BMKG Bantah Video Viral Ancam Gempa Megathrust Lumpuhkan Jakarta

- 17 Maret 2024, 15:21 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati bantah video viral gempa megathrust Jakarta.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati bantah video viral gempa megathrust Jakarta. /bmkg.go.id

Jakarta, PRMN - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan klarifikasi terkait video viral yang menyebutkan ancaman gempa megathrust dan diklaim dapat melumpuhkan Jakarta dan sekitarnya. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati membantah kebenaran video tersebut.

Menurut Dwikorita, video yang tengah viral di media sosial, terutama TikTok, merupakan potongan rekaman rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada tanggal 14 Maret 2024 di Senayan Jakarta. Dia menegaskan bahwa dalam rekaman tersebut sedang memberikan penjelasan kepada anggota dewan mengenai perlunya pembangunan gedung operasional peringatan dini tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System-InaTEWS) di Bali.

Klarifikasi tersebut disampaikan oleh Dwikorita melalui laman resmi BMKG pada Sabtu, 16 Maret 2024. Dia juga menambahkan bahwa klaim lumpuhnya Jakarta bukanlah akibat gempa megathrust, melainkan merujuk pada terputusnya jaringan komunikasi.

Baca Juga: Gempa Bayah Guncang Lebak, 8 Rumah dan Gedung Sekolah Alami Kerusakan

Ancaman Terputusnya Jaringan Komunikasi

Dwikorita menegaskan bahwa dalam konteks pernyataannya, lumpuhnya Jakarta bukanlah dalam arti bencana gempa megathrust yang secara langsung mengakibatkan kerusakan fisik pada kota tersebut. Namun, yang dimaksud adalah terputusnya jaringan komunikasi sebagai akibat dari kerusakan infrastruktur komunikasi seperti base transceiver station (BTS) akibat gempa megathrust. Ini menjadi perhatian serius karena dampaknya dapat mempengaruhi operasional sistem peringatan dini BMKG.

Dampak tersebut diantisipasi dengan membangun gedung operasional InaTEWS BMKG di Bali. Skenario terburuknya, gempa megathrust dengan kekuatan 8,7 magnitudo diprediksi akan mempengaruhi operasional InaTEWS BMKG di Jakarta. Kondisi tersebut bisa terjadi karena terputusnya jaringan komunikasi atau bahkan runtuhnya gedung operasional lama yang tidak memenuhi standar tahan gempa dan likuefaksi.

Baca Juga: Ahli Mitigasi dari BMKG Ungkap Misteri di Balik Gempa Megathrust

Dwikorita menekankan perlunya upaya manajemen risiko untuk menjaga keberlanjutan operasional sistem peringatan dini. Hal ini menjadi alasan mengapa gedung operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan yang memenuhi ketahanan terhadap gempa dan likuefaksi. Saat ini, gedung yang digunakan merupakan bekas gedung Bandara Kemayoran yang dibangun pada tahun 1980-an.

Menurut Dwikorita, bangunan tersebut tidak memadai untuk menghadapi risiko gempa besar, khususnya di wilayah seperti Jakarta yang rawan terhadap gempa megathrust. Oleh karena itu, pembangunan kembali gedung operasional InaTEWS menjadi suatu langkah yang mendesak untuk memastikan sistem peringatan dini tetap berjalan dengan baik dan dapat menyelamatkan banyak nyawa dalam menghadapi bencana alam.***

Editor: Baha Sugara

Sumber: BMKG


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah